ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$# ÇÊÈ
Di Masaku Nanti
Hai, sobat, rekan, kawan …
Coba dengar dan resapi petuahku
Seraya pandangi langit mlam jauh di sana
Di sana, aku ... ada
Si komat Halley yang masih tersimpan
Tunggu menceruatnya setelah 70th menjelang
Saat itu tiba, semua alam akan kenalinya ... kenaliku
Sekalipun dengan mata telanjang
Bukankah komet tak jauh beda sepertiku ?
Sama-sama terasingkan bersama seribu cahya kita
Namun akan ada saatnya kita tampil perkenalkan diri
Dan sejak itulah kejayaan kita diakui
Waw ! betapa besar cahyaku ... ! sudikah kiranya kalian tunggu ?
Datangku selalu tinggalkan pesona di angkasa
Meskipun begitu aku tak mampu lupakan kulitku
Karena itu carakau tepis keangkuhanku ...
Shiella and the Diary
Dear diary, hanya padamulah setelah padaNya
Aku berbagi, mengadu, dan segan bertanya ...
Ingin tahukah engkau mengapa ?
Jawabnya mudah ! yang lain tak tau mauku
Apa alasanku berucap semudah itu ?
Cuma inginka semua terimaku !
Eksis kisahku hanya untukNya
Bila itu salah, hmm ... tinggal ralat ! selesai !
Sayang itu tak semudah membalik telapak tangn
Cetak senyuman orang lain, namun tak korbankan jiwa kita
Selalu ada yang dikorbankan, that passion ...
Sebenarnya aku selalu ingin berubah
Yang kutahu, hidup, sejatinya manusia hidup !
Hidup adalah permainan peruntungan !
Tergantung pada kita ingin jadi apa
Karena waktu kan terus berputar
Kau yang tahu segala
Teruslah di sampingku
Kelak kau yang kan jadi saksi
Selaraskah rag adan batinku ini !
Perbaikan vs Lebih Baik
Aku ... aku ... aku ...
Lakuku sombong merasa tahu segala
Itulah aku ...
Si sok tahu segala tentang mereka
Bahkan aku. Namun ku keliru
Parahnya sama sekali ku tak kenali diriku
Saiapa diriku ... dan, dimana aku berada
Hingga hari pertama ku jatuh datang
Sungguh, sakit ku rasa ! tiada daya
Saat itulah aku merasa jadi mereka
Bertukar tempat dari kuat menuju lemah
Tak bisa ku tutupi aku tak mampu lagi berdiri
Dalam hati kecil ku rasa
Malu, marah, terbebani, sesal ! namun pada siapa !
Tak pernah ku rasa begini
Hingga ku menemukan Mu !
Lewat Kau sebagai cerminku, ku mulai belajar mengerti
Meski tak kan mungkin kudapati detil
Tiada yang bisa bercermin muka sendiri
Sadar bukan perbaikan namun berubah lebih baik
Menghadapimu
Pagi buta ku datang
Senyuman mentari iringi langkahku
Batinku terusik cmas namun angkahku tak ragu
Jantungku berdetang tak tentu dan inilah waktunya
Awan putih, jangan kau menaruh cemburu
Sebaliknya, kau harus dukung aku !
Sebab ini bukan main-main
Antara hidup dan matiku
Kertas, pensil, ingatan yang tajam
Ku rasa ini tak cukup tanpa restuNya
Meski ku telah berupaya
Namun tetap saja nasibku ada di tanganNya
Ku mulai dengan goreskan tinta, hitamkan bulatan
Ini jurnal akhir belajarku
Keyakinanku semoga selama ini tak kan sia-sia
Kelak ku bisa lanjutkan masa depan
Ku sebut namaMu di tiap ingatan
Ku ajukan doa-doa harapanku
Ku pejamkan mata sambil hela nafasku
Barulah kini ku tahu menghadapimu
Biar sang Waktu yang Menjawabnya
Belum pernah ku rasa cemas begini
Derita batin bercampur suka
Datang pergi silih berganti
Semaknin hari semakin menjadi-jadi
Sengaja ku tak manja rasa ini
Aku takut anggapan orang lain itu benar
Berbagai usaha aku coba tuk menjauh
Ku pikir bila tlah lama rasa ini akan sirna
Kasmaran, satu katta yang mewakili hatiku
Padahal bukan yang pertama kalinya
Namun pikirku terdorong tuk menguburnya
Menguburnya rapat-rapat hingga meluap dan meledak
Siapa peduli hatiku !
Mereka hanya butuh bantuanku
Aku rasa begitu ... dan lebih baik terus begitu
Tapi entah mengapa rasa ini membuatku jemu
Aku selalu gagal untuk membuka hatiku
Tak pernah bisa ...
Aku takut merasakan pahitnya sebagai wanita
Maka itu ku serahkan segala pada sang waktu
Tunjukkan Jalan Terbaik
Allah, ku tahu dimana ku berada
Dalam lingkar kuasaMu
Belum ku tahu jalan man ynag akan kutempuh
Asal padaMu, itu setahuku ...
Tolong aku, hambaMu ini !
Sebab hatiku dirundung bimbang, galau bagi mati rasa
Aku sangat butuh bantuanMu saat ini
Ini menentukan nyawaKu besok
Kuakui tak sekedar hari ini, berulang kali
Sombong benar bila ku berkata demikian
Detik-detik begitu singkat melumatkan energiku
Hingga harapanku tak semapt terangkai
Naluriku berharap aku lolos
Namun tak hanya itu, aku inginkan lebih ...
Di sisi lain bagaiman nasib mereka, sahabatku
Allah, tunjukkan jalan terbaik ...
Sejenak Terpikir Olehku
Hatiku dan aku
Senantiasa berjalan selaras dan senada
Kita mencoba peduli sesama
Mengertikan segalanya
Segalanya, segala hal
Tentang segala yang kami impikan
Tentang segala yang kami kenali
Dan mencoba mewujudkannya
Perihnya, pedih dan luka yang diam-diam ku bawa lari
Adakah yang peduli ? menurutku mereka tak sanggup
Tak sanggup kan memberi solusi
Mereka hanya bisa terdiam seribu bahasa
Mugkin benar yang kuat hanya kan terus melindungi
Tak adakah kesempatan bagi kita dilindungi !
Itu semua hanya khayalan belaka
Tak akan ada realita
Sejenak ku terpikir
Bukan untuk memberi kali ini
Lebih-lebih mengharap kejelasan dari mereka
Haruskan ku terjeruji dalam ruang kosongku ini ?
Haruskah Ada yang Mengalah
Angin malam menusuk jantungku
Dingin yang begitu dingin
Hingga tak terasa
Telak membekukan tubuhku
Bekunya badanku
Nyaris bekukan otakku
Linunya tulangku
Nyaris sekaratkan lidahu kelu
Pikiranku, syarafku, berjalan berlawanan
Tak sedikitpun beriringan
Aku pun tak pernah mengerti
Ada apa ini ?
Tiada alat kendali
Namun ku tak bisa berhenti
Ini bukan tanda kemenangan
Melainkan kekalahan
Karena ini menggoyahkan tekadku
Ada apa denganku !
Ini hanya akan buatku tak tahan
Mungkin kalia ini hati harus mengalah untuk logika
Semburat Nada-Nada Lirih
Ku berjalan ikuti hasratku kemana pergi
Ku langkahkan kaki ikuti bisik hatiku
Ku lanttunkan lagu sesuai ramai buih pesisir pantai
Ku bentangkan sayap menghadap sang fajar
Sayub-sayub mataku terbuka
Begitu banyak bintang meriuh
Tak hanya itu,
Berjuta keajaiban laksana mengepungku
Irama dan melodi tercipta
Orkes yang tak pernah kujumpai sebelumnya
Namun aku senang-senang saja
Bahkan sepertinya ku tak ingin berkedip mata
Terus pasang telinga sehari semalam pun tak apa
Makin lama makin indah di telinga
Kapan lagi akan ada nada seperti ini
Sungguh sempurna pasti pemiliknya
Seperti gesekan sendu dawai Biola,
Dan liukan petikan Selo
Buatku terhanyut dalam keharmonisan dunia
Tak ingin ku lewatkan sekalipun dalam seumur hidupku
Mati Suri
Ketika kabut tebal menyelimuti bumi
Gelap gulita satu hal yang membayang
Dingin dan sunyi bersama kehampaan dan sesak nafas
Namun nurani tak kan perah menyerah
Hari ini satu hari yang datangkan dua
Ini sedikit tak wajar namun dapat kurasa
Semalam di dalam lelapku
Dan itu berkali-kali berlanjut meski ku telah terbangun
Ku jelajahi makin dalam
Dunia fantasi yang teramat luas namun menawan
Bahkan lebih hebat dari dunia maya
Sungguh ! andai kau tahu ku pastikan kau juga ingin merasaknnya
Memang kuakui telah lama ku terobsesi pada alam ini
Tak habis-habisnya impi yang membuncah dalam benakku
Layaknya fantasi pada umumnya
Seakan ku bisa genggam dan masuk ke dalam
Ini benar-benar surga dunia
Teman-teman tak terduga ku temui di sini
Aku sempat menggandengnya namun tak berlama-lama
Aku takut bilamana ikut dibawanya dan tak kembali
Kabut putih itu datang lagi
Namun bukan menyesakkanku ia membawaku
Aku berusaha melawan tapi tak mampu
Rupanya ini pertanda, aku masih diberi kesempatan
Hanya Fiksi
Di tempat yang tak bertepi
Terbentang luas indahnya padang hawa
Dimana tempat itu ditunggui peri
Mengibaratkan bahasa hati yang berseri
Bahas hatiku yang sunyi kini terbakar hari
Kini muliai terisi benih bahagia
Pastilah kau dapat melihatnya
Aku tak semurung dulu, kan ?
Di seberang danau kulihat sebuah gubuk
Gubuk kecil yang berkilau
Entah apa itu, tapi aku penasaran
Dan ketika itu aku berusaha mendekat
Oh, rupanya peri itu yang tinggal
Dalam selipan bunga di telinganya
Aku lihat berlian merah semerah kalung yang dikenakannya
Tak sia kalau yang memakai secantik ia !
Meski aku wanita aku dapat meliha betapa keanggunannya
Aku sama sekali tak iri dan ku sapa ia
Entah bersama siapa ia tinggal di gubuk itu
Yang jelas ada pria tampan yang menuju tempat itu
Hah, mendadak disulapnya gubuk itu
Bak istana kastil yang dibangun para raja bestari
Sungguh indah dan aku masih di sana
Mereka mempersilahkanku masuk dan dijamu
Aku kira itu hanya mimpiku atau bayangan hitam di benakku
Namun bukan, kembali ku keliru !
Karena mereka berkata
Inilah pertanda baik dalam hidupku !
Kemana Pergimu !
Si Agam , sobat karibku ...
Kemana kau hendak pergi ?
Tak biasa kau sediam dan sehening ini !
Aku dapat merasa
Si Agam, apa yang tengah terlintas di kepalamu
Mengapa tak bisa kutebak
Itu juga tak biasa
Karena kau orang yang dekat denganku
Lantas, mengapa kau berkemas
Dengan busana serapi itu,
Apa kau hendak ke kota ?
Namun untuk apa?
Kau sudah punya sanak di sini
Mereka masih genap
Mengapa kau ingin meninggalkan mereka
Jawab tanyaku ini
Aku masih bingung dengan lakumu
Hei, ada apa ?
Kau belum menjawabnya
Asal kau tahu betapa cemasnya hatiku !
Entah Berapa Lama
Tiap kali tiap terjadi
Kesekia kali yang tetap sama saja
Meski dalam selang waktu yang beda
Namun tak ada niat bagi ku merubahnya
Hatiku masih juga sekaku dulu
Belum mau untuk membuka bahkan terisi
Aku khawatir pada jantungku
Bilamana iacembruru! Kasihan ia!
Hatiku telah sekin lama bersamaku
Kiranya aku tak kan rela melepasnya
Termiliki sesuatu ataupun seseorang
Itu buatku hampa
Tak sebatas itu ...
Tak sebebas hari ini dan sebelumnya
Ak tak kan siap
Maaf, mianhamnida ...
Seperti apa rasa asmara
Aku belum berminat
Seperti apa rasa patah hati
Lebih-lebih hal ini ...
Lembut dan Melo di Hatiku
Hari ini ku bagai terbang melintasi awan
Terdorong deru hembusan udara malam
Malam yang makin kelamdan mencekam
Hatiku yang sedang bimbang dan terpanah amoura
Yang kosong kelak juga kan terisi
Namun aku agak bodoh akhir-akhir ini
Aku sadar akan hal itu
Itu terasa janggal sekali
Aku seperti diterpa badai
Badai yang tak jemu-jemunya mendera
Berjuta rasa yang kutaut
Tak sanggup terhitung dan terus bertebar
Iayang mampu tasi
Karena iayang mulai maka iayang akhiri
Mengapa ada lembut dan melo
Padahal aku punya kekakuan yang kukuh
Wahai engkau yang ku sayang terusalah bersenandung
Agar burung dan lautan tahu
Akan jeritan hati dan takjub akan itu
Sepeti halnya salju yang berjatuhan di daratan hati
Step by Step
Betapa jauh puncak yang ku hadng
Betapa lama waktu yang habis bagi ku mencapainya
Apa yang dapat membantuku untuk mengejarnya
Semua itu tanya berkecamuk dalam relung otak dan syarafku
Sekarang sudah bukan itu
Bilamana ku ada di atas apa yang musti ku perbuat
Diam sajakah ? atu terbuai ? mana bagi yang lain ?
Karena inilah aku timbul goyah
Sekilas kupandang ke depan saja
Ku rasa tak da dua puluh kaki lebihnya
Hanyaa lima jengkal saja
Terimakasih oh, Allah, kau telah angkat aku
Sekarang sempatku daki puncak tertinggi
Namun aku takut terjatuh
Tetaplah Kau awasi aku
Janga sampai ku tergelincir ke dalam jurangMu
Percaya dan yakinlah yang kupunya saat ini
Tinggal kita yang memutuskan
Akan terus atau mundur
Tapi percayalah aku, akan terus melaju !!!
Osmosis vs Overseas
Lautan tak mampu patahkan semangatku
Absurd sang saka tak kan padamkan nyala apiku
Army tak juga cukup doreng dibanding hijauku
Resonansi yang terus dentumkan bunyiku
Kromoson pada jaringan yang terus hidupkanku
Nestapa dan luka berosmosis mengalirkan sebuah cerita
Sorotan tabir yang sembunyikan makna
Bukan menhir namun tentu barsejarah yang menjarah
Kegagahan Obelixs tantang gugusan bintang tekadku
Tamak Fir’aun lapukkan batuan mungkin namun bukan aku
Mega mendung yang julurkan lidah pelangi
Mejikuhibiniu yang satu tujuan
Sangk sipu yang lebih hebat dibandingkan rusa
Sekilas itu seperti tahayul
Namun mungkin saja nyata
Tapi itu tak berlaku buatku
Polimer dan nuklir tak mampu mampatkan ledakanku
Aroma melati tak kan sanggup kalahkan harum namaku
Kerah putih tak kan jadi biru
Karena itu berarti turun derajat
Philosopi klise mengarak tanda setuju
Selama serigala masih melolong dan tidak mengeong
Persembunyianku tak akan terbongkar dan tetap aman
Asalkan darahku juga tak meluntur jadi kelabu
Kata Utara
Memeluk waktu satu dekade
Memeluk harian semu dan sembunyi dalam endapan tanah yang tinggi
Menggigil jemari karean ketegangan memuncak
Aku takut bertemu ayahku
Iajahat dan suka memaksakn kehendak
Kau tahu aku selalu menangis di belakangnya
Karena ayahku itu sungguh liar
Ia tak kan tahu apa inginku
Cerobong asap masih berkemelut
Gemuruh tawanya masih meradar di udara
Mengerahkan tenaga, tapi hujan malan menangis
Merapat kapal siang itu ke dermaga
Kemarau panjang melanda desa nelayan
Namun aku tak ambil pusing
Aku justru senang
Karen itu tanda bahwa ayah tak kan pulang
Jangan beranjak kabur rona sore
Tetaplah sayu dalam memandangku
Karen kau yakin kau akan selalu dukung aku
Akhirya ku dapat utara kata untuknya
Korosif Sahara
Biri-biri selalu kedua, Domba yang pertama
Tak pernah beruba meski Biri-biri meminta
Kasihan ia ! betapa malang nasibnya !
Namun suma satu kawan setianya ! si awan Cirrus
Domba pun punya awan sobatnya, Cumulus
Namun Domba pandai berkhianat
Di aseringkali mengadu biri dengan Cirrus
Apalagi kalau tidak lewat Cumulus
Berualng kali ini terjadi
Namun berulang kali jug ia tetap berkuasa
Tapi saat itu mungkin tidak Cirrus telah tahu kalau ia yang penjebak
Akhirnya bertindaklah Cirrus yang memihak kawannya
Cirrus hanyaa dapat menepuk bahu Cumulus
Meletakkan risau di timbunan awan lain siang-siang begini
Awan hitam pun menghampiri
Dan hujan pun kembali menangis
Tak tahan keinginan Domba berlari ke ladang
Ke tundra dan stepa
Menanti kehangatan mentari karena tubuhnya yang menggigil
Ia merebah menacari panas yang tak kunjung datang
Esoknya Domba lesu bersua Biri-biri segar
Terperanjat sang Domba menengok Biri-biri yang mencakar langit
Lants berktalah ia,” Let’s play game on of luck !”
Terang saja Korosif Sahara telah membantunya !
Senyuman di Balik Tabir
Pagi siang sore mencari makan
Petang pun tak kalah ia hiraukan
Pergi entah ke timur atau selatan
Yang ia tahu hanya mencari ikan
Sepi daratan tak buat ia jemu
Panas terik pesisir pun tak dirasanya
Hujan badai telah disapanya
Hilir mudik ombak diterjang pula
Pabila hari bermentari kembalilah ia pulang
Pabila hari bergulir hendak gulita berangkatlah ia
Pucat pasi, enath kesal, laelah, tak diperlihatkan
Ayah, pipi lesung selalu terlintas di wajahmu nan sayu
Ayah, doa yang kupanjat selalu
Ia sosok kedua yang ku idola
Kerja keras tlah mampu hadirkan senyumku
Senyum kita sekeluarga, ayah ...
Mauku kau bahagia selalu
Semoga lekas kau jelang bahagia
Jangan sekali peluh dan keluh kau luapkan
Karena di setiap tabir yang awasimu kan jaga senyuman
Bukan Diriku
Sudah ku kata
Berulang kali hingga tiba ku kelu
Aku ke sini
Namun bukan untuk itu
Kau pun pasti tahu
Maaf, ku tak pedulikanmu ...
Mengapa baru kini
Kau pertanyakan sikapku ?
“adakah tak biasa ?”
Meski hanya ku dan Dia yang tahu mengapa
Alasanku, janganlah kau galau dan gelisah
Ingat ! camkan !
Kau kenapa ?
Itu sudah basi jikalau nasi
Tapi hanya oleh-olehnya
Bukan dari yang kupinta
Kenapa ! mengapa bukan bagaimana ?
Cari saja sendiri jawabnya !
Yang jelas, aku tengah tidak bungkam
Namun aku tak tahu kenapa tak dapat angkat bicara
Aku tak dapat bersilat lidah
Karena aku bukan kau
Itu hanya habiskan liurku
Itu sungguh bukan aku !
Dulu ... Sekarang ...
Hidup serasa milikku saja dulu
Milikku seorang yang lain taida
Hanya menumpang ...
Dulu aku serasa bak puteri raja
Yang selalu disanjung dan dimanja
Mungkin lekas ku terbuai
Dan entah apa jadinya !
Dulu rasaku hidup sendiri, hanya ada aku
Dan di lain tak berpenghuni
Sekarang ku Cuma terdiam dan didiamkan
Melihat dengan kecewa mengintip dari jauh
Merana bagai pahlawan yang kalah perang
Sekarang aku bagai pohon yang tumbang
Hanya badanku terbujur kaku
Dan tunggui siapa yang bisa tegakkanku
Seperti pecahan kaca di jalanan
Semua serasa ingin singkirkanku
Berburu pergi dan ingin menjauh
Sekarang ... sekarang ku hanya dapat tinggal
Meratap masa kini yang pucat pasi
Yang hitam putih tiada warna serta pesona
Dulu sekarang, sekarang namun dulu ...
“aku belum sanggup relakan semua pergi !”
Bagaimana ini, adakah yang sanggup bangnkanku
Ini yang kuharap Cuma mimpi buruk
Dan hanya neraka hayalku
Dan semoga masih ada malaikat yang terlewat
Yang dititipkan untuk kembali menolongku
Sungguh. Tapi ini bukan bualan ...
Kemana
Hatiku beku, mati rasaku
Lidahku kaku, mulutku bisu
Pikirku buntu, jalnku putus
Mataku buram buta
Nafasku sengak habis
Nadiku tersendat-sendat hendak tak bergerak
Semoga ini tak simbol ku mulai mati
Telingaku juga tuli dan menuli
Semoga bukan pertanda ku barang rongsok
Apa ... apa kalian !
Kalian tak mengerti apa !
Kalian tak perlu tanya apa dan bagaimana
Toh, ku tak tahu juga akan jawab apa
Jangankan insprirasi darimana atau siapa
Jangan buatku bangak berpikir dan menduga
Menerka-nerka dan bicara “Kemana”
Yach, kemana ... mengapa ?
Rupanya aku sudah ingin berubah menjadi baru !
Kendati Jiwaku Rapuh
Kudaki menjulang gunung tertinggi
Kuselami dalam dan gelap lautan menyepi
Kulintasi putih warna kabut awan menebal
Ku kepakkan sayapku menuju sang pelangi
Indah ... berseri di remang sinar pagi
Dan tetap suci di petang kelam malam
Aku bagaikan seekor burung dara putih tanpa dosa
Mengharap datang secercah cahya putih dari nirwana
Nirwana yang seakan membentang di kedua bola mata
Yang seolah-olah tiada batas diitari si semampai ini
Mampukah ku gapai secercah cahya itu ?
Semoga tak kunjung padam sinarnya selimuti hatiku
Hatiku yang kian rapuh tak tentu arah ...
Kemana ku bisa lari sekencang kakiku bisa !
Mencurahkan seluruh isi jiwa yang kendati rapuh
Selain itu Engkau !
Jiwaku kadang terhanyut dalam gelimang dosa dan prasangka
Serta pahitsetir dendam kesumat dan bencinya rasa
Ku takut bilamana semakin jauh terperosok ke dalamnya
Namun benar kata mereka ! hidupku lebih berharga !!
Dambaan Ironis
Dambaanku yang ironi
Dambaanku yang tak wajar dan lazim dirasa
Kita tak pernah berpadu
Jangankan satu !
Bukan dan tidak bercerita
Bicara atau keluar kata itu sudah baik
Hanya saja ku yang mengenal
Dan daging ini tumbuh untuknya
Aku baru mengeruk luarnya
Dia ... dia berbeda tak serupa denganku
Damba ini pantaskah ?
Si Junior menengok Senior ?
Ini agak gila
Tak bisa dipercaya
Tapi mengapa harus dia ?
Bukan yang lain yang lebih setimbang
Benarkah rasa ini damba
Atau sekedar kagum yang berlebih keluarnya
Benarkah damba seperti ini ?
Ya Allah, sungguh tak mampu ku percaya !
Apa Baikmu ?
Apa baikmu ?
Sering kupertanyakan dalam benakku
Apa baikmu ?
Berulang kali berdentum keras dalam jam ku
Lama-lama lambat-lambat ku gila di sampingku
Mendadak tertawa ! tersipu malu !
Mendadak pula merenung ! dan otot meregang !
Dan satu lagi keluh kesal karena ulahmu itu !
Apa-apaan ini ?
Engkau memang dia namun tak kurasa
Kenapa baru sekarang langit membiru
Kau yang tengah bersamaku berhambur bisu
Bandit langitku ... itukah kau ?
Berbagai caraku untuk dapat selalu melihatmu
Itu sudah membuatku senang
Tapi tahukah kau apa yang berkecamuk di kepalaku
Kau bandit langit dan alamku
Apa baikmu !
Penguasa, penjajah, atau sang lintah
Sampai sekarang tak ku temui juga balasnya !